![]() |
| Aziz Amin | Wong Embuh, Penulis Buku "Aku Wong Embuh" |
oleh Aziz Amin | Wong Embuh
Trainer & Professional Hypnotherapist – Filsuf Embuhisme
Kita hidup di zaman di mana kata “malas” seolah menjadi dosa besar.
Dari kecil kita dijejali nasihat: “Jangan malas!”
Seolah-olah setiap bentuk ketenangan adalah kemunduran,
dan setiap gerak cepat adalah kemajuan.
Tapi pagi ini, izinkan saya berkata berbeda:
“Malaslah…”
Ya, malaslah… tapi bukan sembarang malas.
Malaslah pada hal-hal yang membuatmu lupa siapa dirimu.
Malas mengejar pengakuan.
Malas membandingkan hidup dengan orang lain.
Malas marah pada hal-hal yang memang tidak bisa kamu ubah.
Karena tidak semua rajin membawa kebaikan,
dan tidak semua malas berarti kemunduran.
Filsafat Embuhisme: Ketika Malas Menjadi Bentuk Kesadaran
Dalam pandangan Embuhisme, malas bukan selalu tanda kelemahan,
kadang ia justru tanda jiwa yang sedang beristirahat dari kepalsuan.
Malas di sini bukan malas berbuat baik,
tapi malas menuruti dorongan ego yang haus validasi dan penghargaan semu.
Kita terlalu sering sibuk agar dianggap berguna,
terlalu rajin agar diakui hebat,
hingga lupa bahwa hidup ini bukan lomba siapa paling cepat,
tapi perjalanan siapa paling sadar.
Embuhisme mengajarkan:
“Kadang justru dalam diam dan ‘malas’ itulah, jiwa beristirahat, pikiran jernih, dan hati menemukan arah yang benar.”
Ketika kita berhenti sejenak dari kesibukan,
kita memberi ruang bagi kesadaran untuk berbicara.
Dan di ruang sunyi itulah, sering kali kita mendengar suara lembut yang selama ini tertutup oleh bisingnya dunia:
suara hati,
suara fitrah,
suara Tuhan.
Rajin yang Salah, Malas yang Benar
Ada orang yang rajin bekerja tapi menjauh dari makna.
Rajin berjuang tapi kehilangan arah.
Rajin mengejar sukses tapi lupa rasa cukup.
Dan ada pula yang tampak malas di mata dunia,
tapi sesungguhnya sedang rajin menyembuhkan diri.
Rajin menjaga batin agar tetap damai,
rajin menyapa Tuhan dalam heningnya doa.
Embuhisme mengingatkan: tidak semua gerak berarti hidup,
dan tidak semua diam berarti mati.
Kadang, diam adalah gerak paling dalam
gerak kembali ke pusat kesadaran,
tempat di mana kita menemukan keikhlasan sejati.
Malaslah dari Dunia yang Membuatmu Jauh dari Allah
Dalam bahasa spiritual Embuhisme, malaslah berarti melepaskan genggaman dunia yang membuatmu gelisah.
Malas mengejar pujian,
malas membenci,
malas mempertahankan sesuatu yang sudah seharusnya dilepaskan.
Itulah bentuk letting go melepaskan, bukan menyerah.
Karena dalam letting go, kita tidak menolak kenyataan,
tapi menerima bahwa semua sudah diatur dengan kebijaksanaan-Nya.
Ketika kita berani “malas” terhadap hal-hal yang fana,
kita memberi ruang bagi diri untuk “rajin” mendekat pada Yang Abadi.
Di situlah letak keseimbangan antara hidup, kehidupan, dan penghidupan.
Hidup, Kehidupan, dan Penghidupan
- Hidup adalah napas yang kita hirup setiap pagi.
- Kehidupan adalah arah yang kita pilih untuk dijalani.
- Penghidupan adalah cara kita memberi makna dari semua itu.
Jangan sampai sibuk mengejar penghidupan,
tapi kehilangan kehidupan yang sesungguhnya.
Jangan sampai terlalu rajin bekerja,
tapi lupa untuk berhenti sejenak dan malas dengan sadar.
Karena terkadang,
malas adalah bentuk doa yang paling jujur
doa untuk berhenti berlari,
agar kita bisa kembali pulang ke diri sendiri.
Penutup: Malaslah dengan Sadar
Jadi, malaslah...
Malaslah pada kesibukan yang menjauhkanmu dari kesadaran.
Malaslah pada ambisi yang membuatmu lupa arah.
Tapi rajinlah
rajin menjadi dirimu yang utuh, jujur, dan tenang.
Ingat, dalam Embuhisme, “malas” bukan berarti berhenti,
tapi berhenti sejenak agar langkah berikutnya lebih bermakna.
{{{ Positif, Sehat, dan Bahagia }}}
📍Brebes, 5 November 2025
Aziz Amin | Wong Embuh
Trainer & Professional Hypnotherapist
✆ 0858-6767-9796
📢 Ikuti Channel: s.id/chl-akuwongembuh
💬 Gabung WAG Pandopokan Embuh: s.id/wag-pandopokanembuh







